Kendaraan Itu Bernama “Agama”


Agama…

Ada banyak agama yang tersebar di seluruh penjuru dunia, dan Islam hanyalah bagian dari kesemuanya yang kita yakini (sebagai seorang muslim) sebagai agama yang paling benar. Agama yang tidak hanya berisi akidah dan syariah, tapi juga rahmah(kasih sayang).
Agama, melalui wahyu, telah berproses sedemikian rupa sehingga menjadi tata aturan dan nilai-nilai yang mengajarkan manusia tentang keimanan dan cara peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa juga mencakup tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antara manusia dan manusia, serta lingkungannya. Sehingga manusia mengerti bahwa ia ada dan mengada di dunia ini hanyalah karena-Nya. Oleh karena itu, wajar jika Allah berfirman: Tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.
Agama, sedemikian murninya, mengatur tentang cara berkehidupan yang baik sesuai dengan yang di perintahkan oleh Tuhan alam semesta. Dengan kitab suci, yang berupa al-Qur’an Allah telah menjelaskan dan memberi batasan-batasan atau garis aturan dimana antara hak dan batil haruslah dipisahkan. Manusia diperintah untuk menjalankan perintah-Nya, dan dilarang melakukan segala apa yang telah dilarang-Nya. Dengan seperangkat peraturan itu Allah berkehendak untuk menjadikan manusia sebagai manusia yang berperadaban (madani), berdasarkan dengan prinsip-prinsip keadilan (‘adalah), kesetaraan (musawah), kemerdekaan (hurriyah), dan persaudaraan (ukhuwah).

Tereduksinya (Substansi) Agama

Ketika zaman sudah memasuki masa kedewasaannya dengan kemajuan teknologi, agama secara perlahan tapi pasti telah terkikis dan semakin terpinggirkan. Agama sudah semakin ditinggalkan dan dipandang sebagai sebuah seperangkat aturan yang membosankan dan kuno; tidak modern dan ketinggalan zaman. Karena pada kenyataannya, manusia sudah tidak lagi menyembah Tuhan sebagai Tuhan. Tapi telah menjadikan gemerlap dunia sebagai ‘tuhan’ yang menjanjikan kenikmatan. Ya, tentu ini bukan khayalan, tapi sudah menjadi garis takdir yang berevolusi menjadi kenyataan. Manusia sudah tak lagi mengenal siapa Tuhan mereka. Jangankan terhadap Tuhan, terhadap diri mereka sendiri saja mereka tak tahu. Padahal dikatakan, man ‘arofa nafsahu ‘arofa robbahu. Jika manusia yang beriman telah memahami jati diri dan eksistensi dirinya, niscaya ia akan mengetahui dan mengenal Tuhannya. Karena bagaimana pun, kita adalah makhluk profan, yang meruang dan mewaktu, sedangkan Tuhan dan kalam-Nya adalah suatu hal yang transendental.
Maka dari itu, ketika agama telah diredusir sedemikian rupa sehingga menjadi pemanis bibir belaka, sudah barang tentu agama sudah tidak lagi menjadi pedoman hidup dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Agama telah ditinggalkan esensi sakralitasnya, sehingga manusia menjadikan agama hanya sebagai cover atau pembungkus jasadiah tanpa bisa merengkuh esensi ruhaniahnya. Dan lebih parahnya lagi, agama seringkali dipelintir untuk dijadikan ‘alat’ yang bisa mendatangkan pundi-pundi duniawi.
Maka tak heran jika di panggung-panggung politik, agama menjadi hiasan manis guna menarik simpati. Juga tak heran ketika lembaga kenegaraan yang berlabel  ‘Agama’ menjadi lumbung tikus-tikus untuk korupsi. Atau di televisi-televisi yang kemudian menjadikan agama sebagai tontonan dengan tujuan menarik animo penonton yang berujung pada rating. Sebuah ironi yang tak bisa lagi dipungkiri.

Agama yang Kini Telah ‘Diperkosa’

Fenomena nyata, bahwa agama telah ‘diperkosa’. Agama telah menjadi kostum drama, sinetron dan tayangan televisi yang menarik animo penonton. Padahal, agama adalah substansi nilai, juga metodologi. Ia memiliki kesamaan atau perjumpaan dengan berbagai substansi nilai dan metodologi lain, baik yang berasal dari ilmu-ilmu sosial modern atau khazanah tradisi.
Lebih spesifik lagi, Islam adalah Islam. Islam tidak sama dengan tafsir Islam. Tidak sama dengan berbagai varian pandangan pemeluknya yang beragam tentang Islam. Islam tidak sama dengan Sunni, Syi’i, Muhammadiyah, NU, Hizbut Tahrir dan apapun saja interpretasi tentang Islam. Karena Islam yang sebenar-benarnya hanyalah Islam menurut Allah. Semua pemeluk Islam berjuang dengan pandangan-pandangannya masing-masing untuk mendekati sejatinya Islam. Sehingga tidak ada satu kelompok pun yang legal dan logis untuk mengklaim bahwa Islam yang benar adalah Islamnya kelompok ini atau itu.
Tapi sayangnya, Islam hanya diambil sebagai ikon untuk mengkamuflase kekufuran, kemunafikan, kemalasan, pengabdian, korupsi atau keculasan. Islam bisa dipakai untuk menipu diri, diambil salah satu faktor pragmatisnya saja: yang penting saya sudah tidak tampak kafir, sudah kelihatan di mata orang lain bahwa saya bagian dari orang yang mencari surga, berzikir bersama sembari menitikkan air mata di tengah ribuan jamaah yang berpakaian putih-putih bagaikan pasukan malaikat Jibril.
Maka, agama kian mapan dijadikan sebagai kendaraan. Menjadi media untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dengan segala kamuflase-kamuflase yang dibuat oleh para pengendaranya, membuatnya kini kian elastis dengan segala kondisi. Agama sudah tidak hanya difungsikan sebagai entitas mencari ridho-Nya tapi juga mencari ridho dunia yang gemerlap dan gegap gempita. Selamat, berkendara dengan agama!
»»  READMORE...