Logika vs Perasaan

Jangan biarkan pikiranmu mengambil alih hatimu kecuali dia punya kaki dan keluar dari kepalamu -Patrick Star-

Saya merasa ‘dihajar’ ketika membaca kembali quote bintang laut yang satu ini. Seperti yang pernah dijelasin di postingan - postingan yang telah lewat bahwa ketika seseorang sudah tidak bisa berpikir menggunakan logika, saat itulah hati mereka yang berbicara. Pertanyaannya, apa iya?.
Sebenarnya tergantung lingkungan dan juga karakter seseorang tersebut. Tapi kita juga harus berhati - hati, ketika seseorang sudah mengutamakan logika saja atau perasaan saja anggapannya seperti sebuah timbangan yang miring sebelah, akibatnya: FATAL.

Kita ambil kasus ketika kita menilai sseorang dari logika ataupun perasaan, pasti beda hasilnya. Orang yang menggunakan perasaan, memang harus di akui, sangat luar biasa peka dengan objek yang dia analisis menggunakan perasaan tersebut. Mungkin ketika menilai seseorang punya aura yang wow hanya karena tatapan sejenak, ataupun karena merasa betah ketika dekat dengan mereka. Ahhh stopp….

Orang yang lebih cenderung menggunakan logika mungkin menilai hal tersebut biasa saja, bukan karena tidak peka, tetapi mereka memandang sesuatu berdasarkan realita, tidak sekedar angan mimpi belaka. Biasanya tipikal orang seperti ini cenderung jenius. Logika lebih mendominasi IQ ketimbang EQ.
Anak muda jaman sekarang, apalagi yang cenderung ababil dan alay, biasanya lebih mengutamakan perasaan, gak cowo, gak cewe, mengapa demikian? Karena usia - usia seperti mereka masih belum bisa berpikir logis, dan maunya have fun melulu.

Oleh karena itu keduanya harus sinkron, bahkan tidak boleh sampai miring sebelah. Apabila kedua hal tersebut sudah sinkron, barulah seseorang dapat dipandang dewasa. Untuk lebih jelasnya berikut sisi positif dan negatif kedua hal tersebut:

Sisi positif:

Ketika anda menggunakan LOGIKA anda bisa memutuskan sesuatu dengan cara yang benar, membela yang benar, memilih yang baik demi sebuah kebaikan, bijaksana dan adil..yang tentunya membawa kebahagiaan anda dan orang lain dalam jangka panjang.
Namun ketika PERASAAN anda ditumbuhkan, gunakanlah dengan sebaik-baiknya, untuk menolong sesama, membangun religi, melindungi dan membantu yang lemah terhadap sesama. Dalam hal ini tentu hati nurani anda akan terbangun, menjauhkan anda dari rasa BENGIS dan KEJAM.

Sisi negatif:

Ketika terlalu menggunakan LOGIKA anda secara berlebihan, egois, hati nurani anda akan tertutup, tidak percaya akan adanya TUHAN, melanggar moral, dan tidak ada rasa Iba dan Kasihan terhadap sesama.
Ketika anda juga terlalu menggunakan PERASAAN anda tidak dapat memutuskan dan memilih secara objektif, mana yang benar dan mana yang salah. Keputusan hanya didasarkan LIKE or DISLIKE.
Saya kasih contoh lain, mungkin ada yang pernah nonton atau baca manga Naruto?

Nah disitu kita nemuin hal yang berbeda tentang orang yang menggunakan logika ataupun perasaan, seorang Akatsuki seperti Pain/Nagato, lebih cenderung menggunakan logika secara berlebihan, karena melihat realita perang hanya akan menimbulkan kesedihan. Berbeda dengan Sasuke yang lebih cenderung menggunakan perasaan secara berlebihan, karena kecintaannya kepada klannya, sehingga ia rela meninggalkan Konoha. Kedua - duanya sama - sama menghasilkan sesuatu yang buruk. Bahkan sebenarnya lebih buruk orang yang menggunakan perasaannya secara berlebihan. Itulah sebabnya mengapa jauh lebih sulit bagi Naruto untuk menyadarkan Sasuke ketimbang Pain/Nagato, karena Sasuke sudah tidak mengandalkan pemikiran logis, di dalam hatinya hanya keinginan untuk menghancurkan Konoha.

SO, intinya… Gunakan dengan bijak, buat keduanya seimbang… 

Yang dapat mengendalikan PERASAAN anda adalah LOGIKA, dan yang dapat mengendalikan LOGIKA anda adalah PERASAAN. Self-control itu jauh lebih baik…
»»  READMORE...