Lihat yang Baik, amati yang Buruk!



Seringkali manusia tidak melihat pada dua sisi. Lebih memilih pada zona nyaman dan aman mereka. Yang buruk dan jahat tidak begitu peduli dengan kehidupan tertib, alim, sopan dan bermartabat. Begitu pula orang-orang baik yang terhormat dan penuh wibawa jarang sekali atau mungkin tidak pernah melihat kehidupan yang kejam dan kelam.

Tidak banyak memang dalil-dalil agama, teori-teori sosial yang secara khusus memerintahkan agar orang kerap kali melihat pada dua sisi (baik dan buruk). Namun, secara hati dan perasaan ini tidak keliru. Tujuan utamanya agar orang itu jangan tenang dan senang dalam keadaannya yang mapan. Orang yang berkehidupan penuh kekurangan dan kemiskinan yang menjalur pada kejahatan agar memiliki refrensi bahwa agama itu ada, Tuhan masih punya kuasa dan tak semua pejabat menjadi bejat. Bisa juga orang bermartabat, kedudukan tinggi, para kyai dan santri yang sedang tholabul ilmy yang digadang-gadang berkehidupan terang penuh bimbingan juga sudah selayaknya melakukan hal serupa. Menengok sebentar atau lama kehidupan di pedalaman yang malah belum mendalami agama. Di perkotaan yang mulai meremehkan peran agama dan susila.

Pada intinya, yang terang membutuhkan kegelapan agar benar-benar terlihat bahwa mereka terang. Namun sekuat tenaga sudah sewajarnya jika cahaya yang mampu menerangi kegelapan untuk mengikis terus menerus kegelapan. Kegelapan yang bukan sekedar gelap dan hitam. Bukan pula cahaya penuh sinar cerah yang kadangkala memunculkan dan memperlihatkan wujud serta warna benda yang disentuhnya. Sekali lagi, lihat yang baik, Amati yang buruk. Tinggalkan zona nyamanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar